Layur [Profile]

“Pemuda biasa, hidupnya selalu berdengung, dipenuhi suara,” Begitu Layur mendeskripsikan dirinya di halaman soundcloud miliknya. Deskripsi tersebut pun telah dibuktikan melalui musik-musiknya dengan berbagai tag genre yang membuat alis mengernyit. Pengang, ambang, reverse, tag seperti itulah yang membuat banyak orang tak menunggu lama untuk menjamah tombol play di player soundcloudnya.
Tidak sedikit yang kesulitan untuk mendeskripsikan musik instrumental, hal itu dikarenakan tidak adanya lirik. Hal inilah yang mungkin membuat musik macam itu jarang dinikmati khalayak umum. Namun, inilah yang menarik dari musik Layur. Pendengarnya bebas mendeskripsikan setiap musiknya tanpa harus terpaku pada lirik. Pria yang berasal dari Yogyakarta ini rupanya mampu memberikan nyawa di tiap musiknya sehingga terasa dekat dan ‘hidup’.
Cobalah memainkan Heavenly, track dengan tag ambang ini memang memberikan perasaan ‘mengawang’ karena nada-nadanya yang ‘mengambang’. Berbeda pula dengan Matisyahdu, dibuka oleh permainan piano dan ditutup dengan noise, selama durasi lima menit pendengar secara psikis akan merasakan sakit dan tenang yang bersamaan.
Di beberapa karya terbarunya seperti Suara Awan, Layur mengawali dengan bebunyian gitar akustik berbalutkan efek ambient. Berbeda lagi dengan The Morning Hills yang menawarkan beat elektronik yang ‘sedikit’ upbeat namun ‘menurun’ dibelakang serta paduan antara tuts piano dan petikan gitar. Inilah musik-musik unpredictable yang selalu Layur ciptakan, begitu pula perasaan-perasaan yang ia letakkan di tiap musiknya. Imajinasi adalah cara untuk menikmati setiap musik Layur.
Ciri khas dari karya Layur inilah yang membuat netlabel asal Jepang Totokoko label tertarik untuk merilis EP-nya untuk kali pertama. Sejak Oktober tahun lalu, EP yang berisikan tujuh karya ciptaan Layur dapat diunduh di website netlabel tersebut. Pada akhirnya, walaupun hidangannya masih sedikit asing untuk pasar musik lokal, keberanian Layur menjaga orisinalitas lewat karyanya patut diapresiasi. Rasanya hanya perlu menunggu waktu bagi Layur untuk melepas sebuah rilisan fisik dari musik-musik yang telah ia lahirkan sendiri.“Pemuda biasa, hidupnya selalu berdengung, dipenuhi suara,” Begitu Layur mendeskripsikan dirinya di halaman soundcloud miliknya. Deskripsi tersebut pun telah dibuktikan melalui musik-musiknya dengan berbagai tag genre yang membuat alis mengernyit. Pengang, ambang, reverse, tag seperti itulah yang membuat banyak orang tak menunggu lama untuk menjamah tombol play di player soundcloudnya.
Tidak sedikit yang kesulitan untuk mendeskripsikan musik instrumental, hal itu dikarenakan tidak adanya lirik. Hal inilah yang mungkin membuat musik macam itu jarang dinikmati khalayak umum. Namun, inilah yang menarik dari musik Layur. Pendengarnya bebas mendeskripsikan setiap musiknya tanpa harus terpaku pada lirik. Pria yang berasal dari Yogyakarta ini rupanya mampu memberikan nyawa di tiap musiknya sehingga terasa dekat dan ‘hidup’.
Cobalah memainkan Heavenly, track dengan tag ambang ini memang memberikan perasaan ‘mengawang’ karena nada-nadanya yang ‘mengambang’. Berbeda pula dengan Matisyahdu, dibuka oleh permainan piano dan ditutup dengan noise, selama durasi lima menit pendengar secara psikis akan merasakan sakit dan tenang yang bersamaan.
Di beberapa karya terbarunya seperti Suara Awan, Layur mengawali dengan bebunyian gitar akustik berbalutkan efek ambient. Berbeda lagi dengan The Morning Hills yang menawarkan beat elektronik yang ‘sedikit’ upbeat namun ‘menurun’ dibelakang serta paduan antara tuts piano dan petikan gitar. Inilah musik-musik unpredictable yang selalu Layur ciptakan, begitu pula perasaan-perasaan yang ia letakkan di tiap musiknya. Imajinasi adalah cara untuk menikmati setiap musik Layur.

Comments

Popular posts from this blog

FLOAT Band [Profile]

Senar Senja [Profile]